MAKALAH KESEHATAN
REPRODUKSI
PERMASALAHAN KESEHATAN
WANITA DALAM PERKAWINAN USIA MUDA DAN TUA,INCEST,PEKERJAAN SEK KOMERSIAL DAN
DRUG ABUSE.
![](file:///C:\Users\marlinda\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Disusun
Oleh :
Nama : Marlinda
Nim
: 10110159
Kelas : A74
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
PROGRAM
STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha ESA yang tiada henti-hentinya memberikan kenikmatan
dan karunia kepada semua makhluk-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas
makalah ini.
Dengan ini saya telah
menyelesaikan tugas makalah kesehatan reproduksi tentang “Permasalahan
Kesehatan Wanita perkawinan usia muda dan tua, Incest, Pekerja Seks Komersial, Drug Abuse)”. Penyusunan makalah
ini dapat terwujud tak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari
berbagai pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Penyusun menyadari dalam
makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan kemampuan maupun
pengalaman saya. Maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi memperbaiki kekurangan ataupun kekeliruan yang ada. Harapan saya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa kesehatan masyarakat
untuk menambah wawasan dalam bidang kesehatan.
Yogyakarta, 29 Mei 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………..i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………...ii
BAB
I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1
A. Latar
Belakang…………………………………………………………………………............….1
B. Tujuan
Penulis………………………………………………………………………….............…3
C. Manfaat…………………………………………………………………………………............…4
BAB
II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….....5
A. Pengertian
Pernikahan………………………………………………………………….…............5
1. Perkawinan
Muda…………………………………………………..……………..6
2. Perkawinan
Usia Tua……………………………………………….…………….11
3. Pengertian
Incest…………………………………………………..……………..13
4. Pengertian
pekerja seks komersial………………………………….……………15
5. Penyalahangunaan
obat (Drug Abuse)……………………………...……………22
BAB
III PENUTUP………………………………………………………………………….…...26
A. KESIMPULAN………………………………………………………………..…………............26
B. SARAN……………………………………………………………………….………….............28
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia dalam proses
perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat
memberikan keturunan sesuai dengan apa yang ingin diinginkannya. Perkawinan
sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan bahwa
perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak boleh berakhir
begitu saja.
Perkawinan pada umumnya
dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku
bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Usia perkawinan yang
terlalu muda mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya
kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi
suami-istri.Meskipun batas umur perkawinan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat
(1) UU No. I tahun 74, yaitu perkawian hanya diijinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudak mencapai umur 16 tahun. Namun
dalam prakteknya masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau di
bawah umur, padahal perkawianan yang sukses membutuhkan kedewasaan tanggung jawab
secara fisik maupun mental untuk bisa mewujudkan garapan yang ideal dalam
kehidupan berumah tangga. Peranan orang tua sangat besar artinya bagi
psikologis anak-anaknya. Mengingat keluarga adalah tempat pertama bagi tumbuh
perkembangan anak sejak lahir hingga dengan dewasa maka pola asuh anak dalam
perlu disebar luaskan pada setiap keluarga.
Perkawinan adalah ikatan
sakral penyatuan sepasang anak manusia dengan konsekuensi hak dan
kewajiban yang tidak mudah. Mengingat tanggung jawab yang
komplek maka dibutuhkan kesiapan dan kedewasaan usia, mental, spiritual,
dan kesiapan ekonomi.
Perkawinan bukanlah hal
yang mudah, di dalamnya terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi
sebagai suatu bentuk tahap kehidupan baru individu dewasa
dan pergantian status lajang menjadi seorang istri yg menuntut adanya
penyesuaian diri terus menerus sepanjang perkawinan (Hurlock, 1993).
Individu yang memiliki
kesiapan untuk menjalani kehidupan perkawinan akan lebih mudah
menerima dan menghadapi segala konsekuensi persoalan yang timbul dalam
perkawinan (Landis andLandis, 1963).
Perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang pada umumnya berasal
dari lingkungan yang berbeda terutama dari lingkungan keluarga asalnya,
kemudian mengikatkan diri untuk mencapai tujuan keluarga yang kekal dan
bahagia. Maka dengan adanya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
dan berlakunya secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975 yaitu sejak
berlakunya Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang mana dalam pasal 1
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kedewasaan dalam hal Fisik
dan rohani dalam perkawinan adalah merupakan dasar untuk mencapai tujuan dan
cita-cita dari perkawinan, walaupun demikian masih banyak juga anggota
masyarakat kita yang kurang memperhatikan atau menyadarinya. Hal ini disebabkan
adanya pengaruh lingkungan dan perkembangan sosial yang tidak memadai.
Perkawinan tersebut harus ada persetujuan, dari kedua belah pihak calon
mempelai secara sukarela tanpa ada paksaan dari pihak lain.
Hal ini demi kebahagiaan
hidup yang diinginkan dalam perkawinan tersebut. Segala sesuatu yang akan
dilaksanakan perlu direncanakan dahulu agar membuahkan hasil yang baik,
demikian pula dengan hidup berkeluarga (perkawinan). Salah satu yang perlu
direncanakan sebelum berkeluarga atau menikah adalah berapa usia yang pantas
bagi seorang pria maupun seorang wanita untuk melangsungkan pernikahan.
Menurut ketentuan pasal 7
ayat (1) undang-undang no.1 tahun 1974 “bahwa perkawinan itu hanya di ijinkan
jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun. Namun dalam ketentuan ayat (2) undang-undang No.1 tahun
1974 menyatakan dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat
meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua pihak pria maupun wanita. Degan demikian perkawinan usia muda
ini adalah perkawinan yang para pihaknya masih relative muda.
Reproduksi adalah suatu proses
kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup.
Masalah perkawinan dan
kehamilan dini à ketidakmatangan secara fisik dan mental. Risiko
komplikasi dan kematian ibu dan bayi lebih besar, kehilangan kesempatan untuk
pengembangan diri remaja. Risiko untuk melakukan aborsi yang tidak aman.
Pekerja
seks komersial seseorang yg menjual jasa seksual seperti seks oral atau
huungan seks dalam menyewakan tubuhnyauntuk memuaskan keutuhan seksual
pelanggannya dan untuk mendapatkan uang.Pandangan pelacuran dikalangan
masyarkat Indonesia, pelacuran dipandang negative, dan mereka ygmenyewakan
atau menjual uuhnya sering di anggap sgai masyarakat.
Penyalahgunaan obat-obatan atau drug abuse terlarang di
kalangan gengerasi muda dewasa ini kian meningkat. Maraknya penyimpangan
perilaku generasi muda tersebut dapat membahayakan keberlangsungan hidup bangsa
ini di kemudian hari. Pemuda sebagai generasi yang diharapkan menjadi penerus
bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur
syaraf. Hal ini menyebabkan para pemuda tersebut tidak dapat berpikir jernih.
Akibatnya, generasi harapan bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal
kenangan.
B. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
memenuhi tugas kuliah kespro “Penikahan Usia Muda dan Usia Tua”
2. Untuk
membantu mahasiswa memahami materi “Pernikahan Usia Muda dan Usia Tua”
3. Untuk
memberikan informasi terhadap pembaca tentang materi yang disajikan
4. Untuk
mengetahui macam permasalahan kesehatan wanita mencangkup pekerja seks
komersial dan drug abuse.
5. Untuk
mengetahui penanganan permasalahan kesehatan wanita yang mencangkup pekerja
seks komersial dan drug abuse.
C. MANFAAT
1. Manfaat
Bagi Penulis
Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama
pendidikan.
2. Manfaat
Bagi masyarakat
masyarakat
mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang bermutu,
menerima penyuluhan yang sehat serta
dapat menerapkan hak-hak yang seharusnya di dapatkan oleh masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pernikahan
pernikahan adalah lambang
disepakatinya suatu perjanjian (akad) antara seorang laki-laki dan
perempuan (dalam masyarakat tradisional
hal itu juga merupakan perjanjian antar keluarga) atas dasar hak dan kewajiban
yang setara antara kedua belah pihak.Penyerahan diri total seorang perempuan
kepada laki-laki.Peristiwa saat seorang ayah secara resmi menyerahkan anak
perempuannya kepada laki-laki untuk “dipakai” sesuka hati laki-laki itu.
Tujuan Pernikahan adalah
untuk secara hukum mengesahkan hubungan seksual antara laki-laki dan
perempuan. untuk secara hukum mengatur hak dan kewajiban masing-masing
termasuk di dalamnya pelarangan atau penghambatan terjadinya poligami.untuk
pendataan dan kepentingan demografi.
Kriteria Keberhasilan Suatu
Pernikahan,Kebahagiaan Suami Isteri,Hubungan yang baik antara orang tua dan
anak,Penyesuaian yang baik antara anak-anak, Kemampuan untuk memperoleh
kepuasan dari perbedaan pendapat,Kebersamaan,Penyesuaian yang baik dalam
masalah keuangan, Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan.
Perkawinan adalah ikatan
sakral penyatuan sepasang anak manusia dengan konsekuensi hak dan
kewajiban yg tidak mudah. Mengingat tanggung jawabnya yg komplek maka
dibutuhka kesiapan dan kedewasaan usia, mental, spiritual, dan kesiapan ekonomi.
Perkawinan bukanlah hal yg
mudah, di dalamnya terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi sebagai
suatu bentuk tahap kehidupan baru individu dewasa dan pergantian
status lajang menjadi seorang istri ygmenuntut adanya penyesuaian diri
terus menerus sepanjang perkawinan (Hurlock, 1993).
Individu yang memiliki
kesiapan untuk menjalani kehidupan perkawinan akan lebih mudah
menerima dan menghadapi segala konsekuensi persoalan yg timbul dalam
perkawinan (Landis and Landis, 1963).
1.
Perkawinan Muda
Di Indonesia pernikahan dini sekitar 12-20%
yang dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya, pernikahan dini dilakukan oleh
pasangan usia muda yang rata-rata umurnya antara 16-20 tahun. Secara nasional
pernikahan dini dengan pasangan usia di bawah 16 tahun sebanyak 26,95%.
Padahal pernikahan yang
ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun.
Karena diusia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang
dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun
mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya
sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik
secara psikis emosional, ekonomi dan sosial.
Melakukan pernikahan tanpa
kesiapan dan pertimbangan yang matang dari ssatu sisi dapat mengindikasi sikap
tidak appresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan
pelecehan terhadap kesakralan dalam pernikahan.
Menurut
UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 7 bahwa perkawinan diijinkan bila laki –
laki berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Namun pemerintah mempunyai
kebijakan tentang perilaku reproduksi manusia yang ditegaskan dalam UU No 10
Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan upaya
penyelenggaraan Keluarga Berencana. Banyaknya resiko kehamilan kurang dari
perkawinan diijinkan bila laki – laki berumur 21 tahun dan perempuan berumur 19
tahun. Sehingga perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan bila pria
kurang dari 21 tahun dan perempuan kurang dari 19 tahun.
1)
Perkawinan Usia Muda
Adalah
Pernikahan
yang dilakukan oleh remaja di bawah umur (antara 13-18 tahun) yang masih belum
cukup matang baik fisik maupun psikologis, karena berbagai faktor antara lain
faktor ekonomi, sosial, budaya, penafsiran agama yang salah, pendidikan, dan
akibat pergaulan bebas. Individu yang menikah pada usia muda akan cenderung
bergantung pada orangtua secara finansial maupun emosional.
a.
Resiko Perkawinan Usia Muda
Konflik dalam perkawinan usia muda :
1. Masalah
kesehatan reproduksi
2. Segi
ekonomi
3. Kurangnya
kesabaran atau belum matang secara emosi.
4. Kurangnya
persiapan untuk hamil dalam usia muda, juga berkaitan dengan
defisiensi asam folat dalam tubuh.
Akibat kekurangan asam
folat. janin dapat menderita spina bifida atau janin tidak memiliki batok kepala.
Ibu usia muda kemungkinan
untuk memiliki anak dengan :
1.
berat bayi rendah.
2.
kurang gizi.
3.
dan anemia.
Ibu muda ini
kemungkinan untuk menderita kanker servik nantinya.
Istri usia muda sering mengalami kebebasan dan
otonomi yg terbatas dan tidak mampu kompromi mengenai :
1. relasi,
2. seksual,
3. penggunaan
kontrasepsi,
4. kehamilan,
dan
5. hal-hal
lain di kehidupan berkeluarga.
Ketidakmampuan kompromi
mengenai penggunaan kondom menempatkan mereka pada posisi rentan untuk tertular
IMS dan HIV/AIDS.
Setelah menikah perempuan
muda biasanya terpaksa meninggalkan keluarga, teman, dan lingkungannya untuk
pindah kelingkungan suami. Kehilangan dukungan sosial dan putus sekolah akan
menganggu proses pendidikannya.
Dengan keterbatasan, perempuan akan terisolasi dan sulit menerima informasi
mengenaikesehatan reproduksi. Mereka sering
kali tidak berdaya mengakses pelayanan kesehatan masyarakat.
Mereka
perlu izin untuk mendapatkan pelayanan dan umumnya tidakmampu
membayar pelayanan kesehatan. Pernikahan anak adalah pelanggaran hak
seksual dan reproduksi termasuk
hak untuk :
1.
Mendapatkan standar tertinggi kesehatan
seksual
2.
Bebas dari paksaan, diskriminasi, kekerasan,
dan pelecehan
3.
Relasi seksual yang disepakati bersama
4.
Kehidupan seksual yang aman
5.
Memiliki pasangan dan pernikahannya
6.
Mendapat informasi dan pendidikan mengenai
kesehatan reproduksi
7.
Menentukan secara bebas dan bertanggung jawab
mengenai jumlah, jarak dan waktu memiliki anak dan mendapat informasi tentang
itu
8.
Mendapat pelayanan reproduksi dan seksual
b.
Kelebihan
pernikahan usia muda
1.
Terhindar dari perilaku seks bebas, karena
kebutuhan seksual terpenuhi.
2.
Menginjak usia tua tidak lagi mempunyai anak
yang masih kecil.
c.
Kekurangan
pernikahan usia muda
1.
Meningkatkan angka kelahiran sehingga
pertumbuhan penduduk semakin meningkat.
2.
Ditinjau dari segi kesehatan, perkawinan usia
muda meningkatkan angka kematian bayi dan ibu, risiko komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas
3.
Kematangan psikologis belum tercapai
sehingga keluarga mengalami kesulitan mewujudkan keluarga yang berkualitas
tinggi.
4.
Dituijau dari segi sosial, dengan
perkawinan mengurangi kebebasan pengembangan diri, mengurangi kesempatan
melanjutkan pendidikan jenjang tinggi.
5.
Adanya konflik dalam keluarga membuka
peluang untuk mencari pelarian pergaulan di luar rumah sehingga meningkatkan
risiko penggunaan minum alcohol, narkoba dan seks bebas.
6.
Tingkat perceraian tinggi. Kegagalan
keluarga dalam melewati berbagai macam permasalahan meningkatkan risiko
perceraian.
d.
Dampak Perkawinan
muda
1. Dampak
biologis
Anak secara biologis
alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum
siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai
hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma,
perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya
sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang
demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau
adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
2. Dampak
psikologis
Secara psikis anak juga
belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma
psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung
dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak
mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan
menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain
dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri
anak.
3. Dampak
sosial
Fenomena sosial ini
berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bisa
gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap
pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran
agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan
lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bisa
gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
4. Dampak
perilaku seksual menyimpang
Adanya prilaku seksual yang
menyimpang yaitu prilaku yang gemar berhubungan seks dengan anak-anak yang
dikenal dengan istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal
(menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan seakan-akan menjadi
legal. Hal ini bertentangan dengan UU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak khususnya pasal 81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun, minimum 3
tahun dan pidana denda maksimum 300 juta dan minimum 60 juta rupiah. Apabila
tidak diambil tindakan hukum terhadap orang yang menggunakan seksualitas anak
secara ilegal akan menyebabkan tidak ada efek jera dari pelaku bahkan akan
menjadi contoh bagi yang lain.
5. Dampak
terhadap suami
Tidak bisa dipungkiri bahwa
pada pasangan suami istri yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda
tidak bisa memnuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami
istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka
yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi.
6. Dampak
terhadap anak-anaknya
Masyarakat yang telah
melangsungkan perkawinan pada usia muda atau di bawah umur akan membawa dampak.
Selain berdampak pada pasangan yang melangsungkan perkawinan pada usia muda,
perkawinan usia muda juga berdampak pada anak-anaknya. Karena bagi wanita yang
melangsungkan perkawinan di bawah umur 20 tahun, bila hamil akan mengalami
gangguan pada kandungannya dan banyak juga dari mereka yang melahirkan anak yang
prematur.
7. Dampak
terhadap masing-masing keluarga
Selain berdampak pada
pasagan suami-istri dan anak-anaknya perkawinan di usia muda juga akan membawa
dampak terhadap masing-masing keluarganya. Apabila perkawinan di antarta
anak-anak merka lancer, sudah barang tentu akan menguntungkan orang tuanya
masing-masing. Namun apabila sebaliknya keadaan rumah tangga mereka tidak
bahagia dan akhirnya akan terjadi perceraian. Hal ini akan mengkibatkan
bertambahnya biaya hidup mereka dan yang palinng parah lagi akan memutuskan
tali kekeluargaan diantara kedua belah pihak.
e.
Faktor- faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Perkawinan Dalam Usia Muda
1. Ekonomi
Perkawinan usia muda
terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk
meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang
dianggap mampu.
2. Pendidikan
Rendahnya
tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat,
menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.
3. Faktor orang tua
Orang
tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang
sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.
4. Media massa
Gencarnya
ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern kian Permisif terhadap
seks.
5. Faktor adat
Perkawinan
usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua
sehingga segera dikawinkan.
f.
Upaya Pencegahan terjadinya Pernikahan Muda
1)
Undang-undang
perkawinan
2)
Bimbingan
kepada remaja dan kejelasan tentang sex education
3)
Memberikan
penyuluhan kepada orang tua dan masyarakat
4)
Bekerja
sama dengan tokoh agama dan masyarakat
5)
Model
desa percontahan kedewasaan usia perkawinan
2.
Perkawinan
Usia Tua
Telah
didapatkan banyak bukti yang mengungkapkan bahwa semakintua seseorang pria,
semakin besar pula resiko memiliki anak yang tidak normal. Berbagai
hasil studi menemukan adanya berbagai resiko, termasuk autisme dan
schizophrenia pada anak yang lahir pada pria yang berusia 40 tahun. Sejumlah
studi juga mengemukakan bahwa kesuburan pria akan menurun dengan bertambahnya
usia.
Terdapat
perbedaan antara pria dan wanita ; tidak bisa memiliki anak pada setelah usia
tertentu (menoupause) kata dr. Harry Fisch, direktur Male Reproductive Centre
di New york-Presbyterian Hospital, Columbia University Medical Centre. ”Tetapi
tidak semua pria dijamin akan baik-baik saja”, tambahnya. ”Kesuburan akan
menurun pada pria tertentu, namun pada pria lain, kesuburan akan tetap bertahan
tetapi terdapat kemungkinan berisiko penurunan ketidak normalan genetis.
a.
Perkawinan usia tua
Perkawinan usia tua adalah
perkawinan yang dilakukan bila perempuan berumur lebih dari 35 tahun.
b.
Kekurangan
pernikahan usia tua
a.
Meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu
dan bayi. Kemungkinan / risiko terjadi ca mamae meningkat.
b.
Meningkatnya risiko kehamilan dengan anak
kelainan bawaan.
c.
Faktor yang Menyebabkan Pernikahan Tua
1. Belum bekerja
Ini
masalah utama yang sering menghinggapi pemuda sehingga sekalipun telah merasa cocok
dengan seorang wanita, dan jika ditunda akan menimbulkan fitnah, akan tetapi
tenyata sang pemuda belum memiliki pekerjaan tetap untuk menghidupi keluarganya
kelak, maka niat baik tersebut terpaksa harus tertunda.
2. Belum lulus
Untuk
alasan ini, berbeda dengan yang pertama. Masalah ini menghinggapi pemuda dan
pemudi. Terkadang seorang pemuda sudah memiliki pekerjaan, dan sambil bekerja
ia sekolah, akan tetapi studinya belum selesai maka pernikahan terpaksa
tertunda, sampai selasainya di wisuda dan mendapatkan gelar, agar tampak
”terhormat” di undangan kalau kedua pasangan memiliki gelar didepan dan
dibelakang namanya. Begitu pun pemudi, sekalipun dia telah sarjana, namun
karena yang datang melamarnya adalah pemuda yang belum selesai kuliahnya, maka
niat untuk menikah dicegah oleh keluarganya, ditunda sampai selesainya
pendidikan calon pasangannya.
3. Belum cocok
Mungkin
sudah lulus, sudah bekerja, bahkan telah memiliki rumah sendiri, dan berusaha
mencari calon pasangannya. Akan tetapi karena merasa belum ada yang cocok,
sekalianpun keinginan untuk menikah sangat tinggi, tetapi karena tidak cocok
baik dari segi harta, pendidikan, dan latar keturunan, ataupun lainnya sehingga
niat baik untuk menikahpun menjadi tertunda.
4. Belum mantap
Alasan
belum mantap , biasanya didasarkan karena persiapan dirinya kurang, baik ilmu
tentang pernikahan, keluarga, dan orang-orang yang ada disekitarnya. Termasuk
didalam merasa belum mantap betul dengan calon pasangannya karena
belum dikenal dengan baik ”luar” dan ”dalam”.
5. Belum terlambat
Ada
pemuda, begitu pun pemudi membuat standar usia dalam menuju gerbang pernikahan.
Biasanya menjadikan standar usia tertentu, atau suatu target tertentu, misalnya
usia remaja bagi laki-laki adalah 27 tahun, sehingga ketika belum mencapai usia
yang bernaksud atau target yang dituju (S-2) atau belum tercapai cita-citanya,
maka sebelum itu semua terpenuhi, dianggap belum terlambat untuk menikah.
d.
Dampak Pernikahan Tua
1. Dampak
negatif
·
Masa tua merupakan perpanjangan dari masa
sekarang, bedanya adalah kekuatan sudah jauh berkurang sehingga beban terasa
lebih berat.
·
Masa tua memperjelas ketidak harmonisan di
antara pasangan menikah.
·
Masa tua juga dapat melahirkan kebiasaan baru
yang tidak dapat ditoleransi pasangan.
·
Masa tua penuh kelemahan fisik yang menambah
kerepotan, dulu repot mengurus anak sekarang repot mengurus pasangan sendiri.
Bedanya adalah kerap kali lebih mudah mengurus anak daripada mengurus pasangan
sendiri. Juga kelemahan fisik sering kali memperburuk frustrasi sehingga kita
mudah jengkel dengan diri sendiri dan pasangan.
·
Hormon-hormon reproduksi mulai berkurang
sehingga kesehatan juga akan menurun.
2. Dampak
positif
· Di masa tua cenderung tidak tergesa-gesa dan
lebih sabar menunggu karena lebih dapat berbicara dengan lebih berlahan.
· Di masa tua cenderung lebih berhikmat dan
memahami prioritas hidup dengan lebih tepat. Lebih menyadari hal-hal apa yang
penting dan tidak penting dan apa itu yang merupakan kesia-sian hidup.
·
Di masa tua seharusnya lebih takut akan tuhan
dan lebih memntingkan hal rohani. Ini dapat menjadi kekuatan dan motivasi kita
untuk membereskan masalah.
3. Incest
Incest
adalah hubungan seksual yang terjadi antar anggota keluarga. Anggota keluarga
yang dimaksud adalah anggota keluarga yang mempunyai hubungan pertalian darah.
Batas pertalian darah paling atas adalah kakek, paling bawah adalah cucu, batas
kesamping adalah keponakan. Keluarga diluar itu bukan termasuk incest. Pelaku
biasanya adalah orang yang lebih dewasa (lebih kuasa) dan korban lebih banyak
adalah anak-anak. Sering terjadi pada anak tiri oleh bapak tiri, menantu oleh
mertua, cucu oleh kakeknya.
Incest
dapat terjadi karena saling suka atau saling cinta dan dapat juga terjadi
akibat paksaan tanpa rasa cinta. Incest ada yang diluar perkawinan, namun ada
juga yang sengaja dilakukan dalam ikatan perkawinan. Diluar negri, perkawinan
incest diperbolehkan, sedangkan di Indonesia perkawinan incest tidak dibenarkan
menurut hukum. Perkawinan di Indonesia dinyatakan sah dilakukan menurut agama.
Sedangkan pencatatannya, bila agama Islam di Kantor Urusan Agama (KUA) dan
selain agama Islam di Kantor Pencatatan Sipil. Sah tidaknya perkawinan di
Indonesia berdasarkan ajaran agama masing-masing. Semua agama di Indonesia
melarang perkawinan incest. Bila diketahui ada pertalian darah (muhrim dalam
agama islam) sedangkan perkawinan telah dilakukan dan walaupun sudah mempunyai
anak, maka perkawinan harus dibatalkan.
Gambaran incest di luar ikatan perkawinan
a. Pelaku
kebanyakan orang yang kerap berinteraksi dengan korban, tinggal dalam satu rumah.
b. Korban
mayoritas anak-anak sehingga tidak kuasa melakukan perlawanan diri. Biasanya
dibawah tekanan karena ancaman pelakusehingga ketakutan atau diberi imbalan
atau dengan bujuk rayu misalnya diberi uang atau makanan.
c.
Sering berakibat trauma fisik dan psikis.
Perlindungan Hukum
Undang-Undang
Perlindungan Anak (UUPA) pasal 81-82 UUPKDRT, KUHP pasal 285, KUHP pasal 98,
KUH Perdata pasal 1365.
Upaya Mengatasi :
a. Waspada
dalam mengasuh anak. Tidak membiasakan anak dirumah sendirian dengan anggota keluarga
yang berlainan jenis.
b. Tidak
mengabaikan kata hati tiap ada gelagat yang menjurus pada tindakan pelecehan
dalam keluarga.
c. Memisahkan
tempat tidur anak mulai umur 3 tahun dari ayah atau saudara baik sesama jenis
kelamin maupun berlainan jenis kelamin.
d. Perlu
juga melibatkan orang lain diluar lingkungan keluarga.
e. Lapor
pada petugas penegak hukum walaupun dibawah ancaman pelaku.
4.
Pengertian
Pekerja Seks Komersial
Pekerja seks komersial
adalah seseorang yang menjual jasanya untuk melakukan hubungan seksual untuk
uang. Di Indonesia pelacur (pekerja seks komersial) sebagai pelaku pelacuran
sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku
perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat,
mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban, Mereka juga
digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke
pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal
di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan
tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga
mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat
perilaku sex bebas tanpa pengaman bernama kondom.
a.
Faktor-faktor pendukung perilaku seks pada
remaja
Pekerja seks komersial
kebanyakan terjadi pada remaja yang diawali dengan terjadinya pergaulan kearah
seks bebas.dimana menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukan seks
adalah sebagai berikut :
1) Tekanan
yang datang dari teman pergaulannya
Lingkungan pergaulan yang
dimasuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang
belum melakukan hubungan seks, bagi remaja tersebut tekanan dari
teman-temannyaitu dirasakan lebih kuat dari pada yang didapat dari pacarnya
sendiri.
2) Adanya
tekanan dari pacar
karena kebutuhan seorang
untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap
pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapinya. dalam hal ini yang
berperan bukan saja nafsu seksual, melainkan juga sikap memberontak terhadap
orang tuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu hubungan, penerimaan, rasa aman,
dan harga diri selayaknya orang dewasa.
3) Adanya
kebutuhan badaniah
Seks menurut para ahli
merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang,
jadi wajar jika semua orang tidak terkecuali remaja, menginginkan hubungan seks
ini, sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tidak sepadan dengan resiko
yang akan dihadapinya.
4) Rasa
penasaran
Pada usia remaja keingintahuannya
begitu besar terhadap seks, apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa terasa
nikmat, ditambah lagi adanya infomasi yang tidak terbatas masuknya, maka rasa
penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan
berbagai macam percobaan sesuai dengan apa yang diharapkan.
5) Pelampiasan
diri
factor ini tidak hanya
datang dari diri sendiri, misalnya karena terlanjur berbuat, seorang remaja
perempuan biasanya berpendapat sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan
dalam dirinya, maka dalam pikirannya tersebut ia akan merasa putus asa dan
mencari pelampiasan yang akan menjerumuskannya dalam pergaulan bebas.
Faktor lainnya datang dari
lingkungan keluarga. bagi seorang remaja mungkin aturan yang diterapkan oleh
kedua orang tuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan kedua belah pihak
(orang tua dan anak), akibatnya remaja tersebut merasa tertekan sehingga ingin
membebaskan diri dengan menunjukkan sikap sebagai pemberontak, yang salah
satunya dalam masalah seks.
Untuk mencegah hal-hal yang
tidak di kehendaki, perlu ada perhatian dari kita bersama dengan cara
memberikan informasi yang cukup mengenai pendidikan seks dan Pendidikan agama,
Kalau tidak ada informasi dan pendidikan agama di khawatirkan remaja cendrung
menyalah gunakan hasrat seksualnya tanpa kendali dan tanpa pencegahan sama
sekali. semua menyedihkan, dan sekaligus berbahaya, hanya karena kurangnya
tuntunan seksualitas yang merupakan bagian dari kemanusiaan kita sendiri.
b.
Faktor-faktor penyebab adanya PSK (pekerja
seks komersial) adalah
a. Kemiskinan
Diantara alasan penting
yang melatar belakangi adalah kemiskinan yang sering bersifat structural.
Struktur kebijakan tidak memihak kepada kaum yang lemah sehingga yang miskin
semakin miskin, sedangkan orang yang kaya semakin menumpuk harta kekayaannya.
Kebutuhan yang semakin
banyak pada seorang perempuan memaksa dia untuk mencari sebuah pekerjaan dengan
penghasilan yang memuaskan namun kadang dari beberapa mereka harus bekerja
sebagai PSK untuk pemenuhan kebutuhan tersebut.
b. Kekerasan
seksual
Penelitian menunjukkan
banyak faktor penyebab perempuan menjadi PSK diantaranya kekerasan seksual
seperti perkosaan oleh bapak kandung, paman, guru dan sebagainya.
c. Penipuan
Faktor lain yaitu, penipuan
dan pemaksaan dengan berkedok agen penyalur kerja. Kasus penjualan anak
perempuan oleh orangtua sendiri pun juga kerap ditemui.
c.
Pornografi
Menurut definisi Undang-undang Anti
Pornografi, pornografi adalah bentuk ekspresi visual berupa gambar, tulisan,
foto, film atau yang dipersamakan dengan film, video, tayangan atau media
komunikasi lainnya yang sengaja dibuat untuk memperlihatkan secara
terang-terangan atau tersamar kepada public alat vital dan bagian – bagian
tubuh serta gerakan-gerakan erotis yang menonjolkan sensualitan dan
seksualitas, serta segala bentuk perilaku seksual dan hubungan seks manusia
yang patut diduga menimbulkan rangsangan nafsu birahi pada orang lain.
Persoalan – persoalan psikologis
1.
Akibat gaya hidup modern
Seseorang perempuan
pastinya ingin tampil dengan keindahan tubuh dan barang-barang yang
dikenalakannya. Namun ada dari beberapa mereka yang terpojok karena masalah
keuangan untuk pemenuhan keinginan tersebut maka mereka mengambil jalan akhir
dengan menjadi PSK untuk pemuasan dirinya.
2.
Broken home
Kehidupan keluarga yang
kurang baik dapat memaksa seseorang remaja untuk melakukan hala-hal yang kurang
baik di luar rumah dan itu dimanfaatkan oleh seseorang yang tidak bertanggung
jawab dengan mengajaknya bekerja sebagai PSK.
3.
Kenangan masa kecil yang buruk
Tindak pelecehan yang semakin
meningkat pada seorang perempuan bahkan adanya pemerkosaan pada anak kecil bisa
menjadi faktor dia menjadi seorang PSK.
Dampak yang ditimbulkan bila seseorang
bekerja sebagai PSK (pekerja seks komersial) :
1. Keluarga
dan masyarakat tidak dapat lagi memandang nilainya sebagai seorang perempuan.
2. Stabilitas
sosial pada dirinya akan terhambat, karena masyarakat hanya akan selalu
mencemooh dirinya.
3. Memberikan
citra buruk bagi keluarga.
4. Mempermudah
penyebaran penyakit menular seksual, seperti gonore, klamdia,herpes
kelamin,sifilis, hepatitis B, dan HIV/AIDS.
Penanganan masalah
PSK:
a. Keluarga
1. Meningkatkan pendidikan anak-anak terutama
mengenalkan pendidikan seks secara dini agar terhindar dari perilaku seks
bebas.
2.
Meningkatkan bimbingan agama sebagai tameng
agar terhindar dari perbuatan dosa.
b. Masyarakat
Meningkatkan kepedulian dan melakukan pendekatan terhadap kehidupan PSK.
c. Pemerintah
1.
Memperbanyak tempat atau panti rehabilitasi.
2.
Meregulasi undang-undang khusus tentang PSK.
3. Meningkatkan keamanan dengan lebih
menggiatkan razia lokalisasi PSK untuk dijaring dan mendapatkan rehabilitasi.
Penanggulangan prostitusi dari pekerjaan PSK
1. Preventif
-
Penyempurnaan UU larangan/pengaturan
penyelenggaraan pelacuran
-
Intensifikasi pendidikan keagamaan
-
Kesibukan untuk penyaluran energi yang
positif
-
Memperluas lapangan kerja
-
Pendidikan seks
-
Koordinasi berbagai instansi untuk
pencegahan/penyebaran pelacuran
-
Penyitaan buku, film dan gambar porno
-
Meningkatkan kesejahteraan rakyat
2. Represif
dan kuratif (menekan, menghapuskan dan menyembuhkan wanita dari
ketunasusilaannya)
-
Melakukan pengawasan dan kontrol yang sangat
ketat terhadap lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi
-
Aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi
-
Penyempurnaan tempat penampungan dan pembinaan
-
Pemberian pengobatan
-
Membuka lapangan kerja baru
-
Pendekatan keluarga
-
Mencarikan pasangan hidup
-
Pemerataan penduduk dan perluasan lapangan
kerja
c. Masalah-masalah yang timbul dari PSK
Beberapa masalah yang
timbul karena menjadi PSK, antara lain :
1. Penyakit
Menular Seksual (PMS) seperti Gonorrhoe, HIV/AIDS, siphilis, Klamidia
2. Timbul
kehamilan yang pada umumnya tidak diinginkan
3. Timbul
Kekerasan
4. Mengganggu
ketenangan lingkungan tempat tinggal
d.
PSK Pekerjaan tak bermoral
Faktor-faktor yang
menyebabkan PSK dianggap sebagai pekerjaan yang tidak bermoral
1) Pekerjaan
ini identik dengan perzinahan yang merupakan suatu kegiatan seks yang dianggap
tidak bermoral oleh banyak agama
2) Perilaku
seksual oleh masyarakat dianggap sebagai kegiatan yang berkaitan dengan tugas
reproduksi yang tidak seharusnya digunakan secara bebas demi untuk memperoleh
uang.
3) Pelacuran
dianggap sebagai ancaman terhadap kehidupan keluarga yang dibentuk melalui
perkawinan dan melecehkan nilai sakral perkawinan.
4) Kaum
wanita membenci pelacuran karena dianggap sebagai pecuri cinta dari laki-laki
(suami) mereka sekaligus pencuri hartanya
e.
Peran sebagai petugas kesehatan
Peran sebagai petugas
kesehatan dalam masalah pekerja seks komersial yaitu :
1)
Memberikan pelayanan secara sopan seperti
melayani pasien-pasien yang lain
2) Belajar membuat diagnosa dan mengobati PMS
3) Mengenal berbagai jenis obat yang masih
efektif, terbaru, murah dan cobalah menjaga kelangsungan pengadaan obat
4) Cari pengadaan kondom yang cukup dan rutin
bagi masyarakat.
5)
Memastikan ketersediaan pelayanan kesehatan
termasuk KB, perawatan PMS dan obat yang terjangkau serta penanggulangan obat
terlarang.
v Factor
penyebab seorang PSK
1. Internal
:
-
Rasa sakit hati
-
Marah, kecewa dan dimkhianati pasangannya
2. Eksternal:
-
Factor ekonomi
-
Pendidikan yg rendah
-
Pernikahan muda
-
Perceraian
-
Ajakan teman yg pengalaman psk
-
Kemudahan dapat uang
a) Resiko
yg dihadapi psk
-
Resiko fisik dan seksual yaitu penularan
penyakit yg menural dan resiko kehamilan tinggi
-
Resiko social yaitu erasal dr masyarakat dan
yg di pandang negative dan sampah masyarakat
b) Cara
penanggulangan
-
Kesadaran org sendiri
-
Pemahaman agama dan moral yg erlaku di
masyarakat
-
Panti rehailitas hendaknya pendekatan kpda
pekerja seksual agar mau berhnti dr kebiasaankerjanya
-
Kekerasan fisik yg tujuan untuk melukai, menyiksa
atau menganiaya orang lain
-
Kekerasan non fisik
tujuan untuk merendahkan citra seseorang perempuan,baik kata” maupun
-
peruatan yg tidak disukai Drug
abusePenyalahgunaan obat yaitu ila suatu obat tidak untuk bertujuan mengobati
penyakit tetapi untuksengaja mencari kesadaran tertentu
5.
Penyalahgunaan
obat (drug abuse)
Penyalahgunaan obat
dimaksud bila suatu obat digunakan tidak untuk tujuan mengobati penyakit,
akan tetapi digunakan dengan sengaja untuk mencari atau mencapai kesadaran tertentu
karena pengaruh obat pada jiwa.
Dari segi hukum obat-obat
yangs ering disalah gunakan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: narkotika
atau obat bius dan bahan psikotropika. Untuk mencegah penyalahgunaan obat,
pemerintah baru-baru ini telah mengesahkan dua Undang-Undang penting yaitu:
a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun
1997 tanggal 11 Maret 1997 tentang Psikotropika.
b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 tahun
1997 tanggal 1 September 1997 tentang Narkotika.
Narkotika adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Contohnya adalah opium, morphine, cocaine, ganja/marihuana, dan
sebagainya.
Narkotika dibedakan menjadi :
a. Narkotika golongan I adalah narkotika yang
hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
b. Narkotika golongan II adalah narkotika yang
berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
c. Narkotika golongan III adalah narkotika
yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan.
Psikotropika adalah zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Bahan psikotropika adalah
bahan/obat yang mempengaruhi jiwa atau keadaan jiwa, yaitu :
a.
Keadaan kejiwaan diubah menjadi lebih tenang,
ada perasaan nyaman sampai tidur.
b.
Dalam hal inni pemakai menjadi gembira,
hilang rasa susah/sedih, capek/depresi.
c. Bahan memberi halusinasi, yaitu si pemakai
melihat/merasakan segala sesuatu lebih indah dari yang sebenarnya dihadapi.
Psikotropika yang mempunyai
potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan menjadi :
a. psikotropika golongan I adalah psikotropika
yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika
yang berkhasiat pengobatan an dapat digunakan dalam terapi, dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai poensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
c.
Psikotropika golongan III adalah psikotropika
yang berkhasiatpengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
d. Psikotropika golongan IV psikotropika yang
berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan.
Cara Pencegahan Tindak Penyalahgunaan Obat
Terlarang
Penggunaan obat terlarang
tersebut sudah melanggar hukum, agar generasi muda tidak semakin
terjerumus maka perlu adanya pencegahan. Upaya-upaya yang dapat ditempuh antar
lain:
a. Melakukan kerjasama dengan pihak yang
berwenang untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya narkoba. Misalnya dengan
mengadakan seminar, maupun temu wicara antara gerakan anti narkobadengan para
pelajar, penyuluhan kepada masyarakat umum maupun sekolah-sekolah mengnai
bahaya narkoba.
b. Mengadakan razia mendadak secara rutin. Razia
ini perlu dilakukan agar para pengedar, pengguna dapat terjaring disaat tanpa
mereka ketahui (saat transaksi jual beli obat terlarang). Razia dapat
dilakukan di sekolah, diskotik, club malam, cafe, maupun tempat-tempat sunyi
yang diduga sebagai tempat transaksi.
c. Pendampingan dari orangtua siswa itu
senadiridengan memberikan perhatian dan kasih sayang. Salah satu penyebab
banyaknya remaja terjerumus dalam pemakaian obat terlarang adalah kurang kasih
sayang dari keluarga, sebab mereka berpikir tidak perlu lagi ada beban pikiran
keluarga ketika mereka memakai obat tersebut.
d. Pihak sekolah harus melakukan pengawasan yang
ketat terhadap gerak-gerik anak didiknya, karena biasanya penyebaran
(transaksi) narkoba sering terjadi disekitar lingkingan sekolah.
e. Pendidikan moral keagamaan harus lebih
ditekankan kepada siswa, karena salah satu penyebab terjerumusnya anak-anak
kedalam lingkaran setan ini adalah kurangnya pendidikan moral dan keagamaan
yang mereka serap, sehingga perbuatan tercela seperti inipun akhirnya mereka
jalani.
Solusi atau cara mengatasi tindak
penyalahgunaan obat terlarang
a. Membawa anggota keluarga (pemakai) ke panti
rehabilitasi untuk mendapatkan penanganan yang memadai.
b.
Pembinaan kehidupan beragama, baik disekolah,
keluarga dan lingkungan.
c. adanya komunikasi yang harmonis antara remaja
dan orang tua, guru serta lingkungannya.
d. Selalu berperilaku positif dengan melakukan
aktivitas fisik dalam penyaluran energi remaja yang tinggi seperti berolahraga.
e. Perlunya pengembangan diri dengan berbagai
program/hobi baik di sekolah maupun dirumah dan lingkungan sekitar.
f. Mengetahui secraa pasti gaya hidup sehat
sehingga mampu menangkal pengaruh atau bujukan memakai obat terlarang.
g.
Saling menghargain sesama remaja (peer group)
dan anggota keluarga.
h.
Penyelaesaian berbagai masalah dikalangan
remaja/pelajar serta positif dan konstruktif.
v Alasan Penyalahgunaan Obat
Ada tiga kemungkinan seorang memulai penyalahgunaan obat,
yaitu :
1. seseorang awalnya memang sakit, misalnya nyeri kronis,
kecemasan, insomnia, dll, yang memang membutuhkan obat, dan mereka mendapatkan
obat secara legal dengan resep dokter. Namun selanjutnya, obat-obat tersebut
menyebabkan toleransi, di mana pasien memerlukan dosis
yang semakin meningkat untuk mendapatkan efek yang sama. Merekapun kemudian
akan meningkatkan penggunaannya, mungkin tanpa berkonsultasi dengan dokter.
Selanjutnya, mereka akan mengalami gejala putus obat jika
pengobatan dihentikan, mereka akan menjadi kecanduan atau ketergantungan
terhadap obat tersebut, sehingga mereka berusaha untuk memperoleh obat-obat
tersebut dengan segala cara.
2. seseorang memulai penyalahgunaan obat memang untuk tujuanrekreasional. Artinya,
sejak awal penggunaan obat memang tanpa tujuan medis yang jelas, hanya untuk
memperoleh efek-efek menyenangkan yang mungkin dapat diperoleh dari obat
tersebut. Kejadian ini umumnya erat kaitannya dengan penyalahgunaan substance yang
lain, termasuk yang bukan obat diresepkan, seperti kokain, heroin, ecstassy,
alkohol, dll.
3. seseorang menyalahgunakan obat dengan memanfaatkan efek
samping seperti yang telah disebutkan di atas. Bisa jadi penggunanya sendiri
tidak tahu, hanya mengikuti saja apa yang diresepkan dokter. Obatnya bukan
obat-obat yang dapat menyebabkan toleransi dan ketagihan. Penggunaannya juga
mungkin tidak dalam jangka waktu lama yang menyebabkan ketergantungan.
a) Dampak
negative drug abuse
-
Tindakan pidana yg dikenakan sebesar 750 juta
-
Ketergantungan,ketagihan
-
Akan menyebabkan kematian apabila berlebihan
-
Bila melakukan penyuntikan akan menyebabkan
penularan hepatitis b dan hiv
b) Dampak
negative dari penyalahgunaan terhadap anak atau remaja
-
Peruahan dlm sikap contoh: Sering membolos
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkawinan muda adalah
pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki dan perempuan yang di bawah umur.
Dampak yang terjadi pada pernikahan muda yaitu dampak biologis, dampak
psikis, dampak sosial, dampak perilaku seksual menyimpang, terhadap suami,
terhadap anak-anaknya, dan dampak terhadap masing-masing keluarga. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya perkawinan dalam usia muda yaitu
ekonomi, pendidikan, orang tua, media massa, dan adat.
Perkawinan usia
tua adalah perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki dan perempuan
yang dengan umur yang sudah matang atau sudah dewasa. Faktor yang menyebabkan pernikahan tua yaitu belum
bekerja, belum lulus, belum cocok, belum mantap, dan belum terlambat. Dampak
dari pernikahan usia tua ada dampak negatif dan positif.
Permasalahan kesehatan
wanita dalam dimensi sosial yang mencangkup pekerja seks komersial,
drug abuse, pendidikan, dan upah banyak sekali, diantaranya penularan
penyakit menular seksual karena meningkatnya aktifitas pekerja seks komersial.
Rusaknya masa depan wanita karena penyalahgunaan obat terlarang dan juga
penularan penyakit menular seksual karena penggunaan jarum suntik yang
bergantian. Rendahnya derajat kesehatan wanita dan tingginya angka kematian ibu
dan anak karena kurangnya pendidikan wanita. Diskriminasi wanita terhadap upah
pada pekerjaan karena wanita dianggap sebagai “skala bawah”.
Upaya-upaya yang bisa
dilakukan sebagai tenaga kesehatan adalah memberikan konseling pada pekerja
seks komersial betapa bahayanya pekerjaan yang mereka lakukan. Mengadakan
penyuluhan tentang bahayanya penyalahgunaan obat terlarang. Memberikan
konseling dan penyuluhan kepada para wanita tentang kesehatan reproduksi agar
pengetahuan wanita bertambah sehingga derajat kesehatan wanita dan atau
masyarakat meningkat.
1. Penanggulangan Penyalahgunaan Obat /drug
abuse
Metode penanggulangan yang
paling mendasar dan efektif adalah promotif dan preventif. Upaya yang paling
praktis dan nyata adalah represif. Upaya yang manusiawi adalah kuratif dan
rehabilitative. Ada 5 bentuk penanggulanggan masalah narkoba, yaitu promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif, dan represif.
a)
Promotif
Disebut juga program promotif
atau program pembinaan. Program ini ditujukan kepada masyarakat yang belum
memakai narkoba, atau bahkan belum mengenal narkoba. Prinsipnya adalah dengan
meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih
sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk memperoleh kebahagiaan semu
dengan memakai narkoba.
b)
Preventif
Disebut juga program
pencegahan. Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal
narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk
menyalahgunakannya. Bentuk kegiatan preventif dapat berupa:
·
kampanye anti penyalahgunaan narkoba,
·
penyuluhan seluk beluk narkoba,
·
pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya
(peer group),
·
upaya mengawasi dan mengendalikan produksi
dan distribusi narkoba di masyarakat
c)
Kuratif
Disebut juga program
pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada pemakai narkoba. Tujuannya adalah
mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari
pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian narkoba. Bentuk kegiatan
adalah pengobatan penderita atau pemakai, meliputi:
·
Penghentian pemakaian narkoba
·
Pengobatan gangguan kesehatan akibat
penghentian dan pemakaian narkoba (detoksifikasi)
·
Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh
akibat narkoba
·
Pengobatan terhadap penyakit lain yang
masuk bersama narkoba (penyakit yang tidak langsung disebabkan oleh narkoba),
seperti HIV/AIDS, hepatitis B/C, Sifilis,pneumonia, dll.
Keberhasilan penghentian
penyalahgunaan narkoba tergantung pada:
·
Jenis narkoba yang disalahgunakan
·
Kurun waktu penyalahgunaan
·
Besar dosis narkoba yang disalahgunakan
·
Sikap atau kesadaran penderita
·
keluarga penderita
·
Hubungan penderita dengan
sindikat pengedar
d)
Rehabilitatif
Rehabilitasi adalah upaya
pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang
sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai
lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakain
narkoba.
B. Saran
Diharapkan
makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalammemecahkan
permasalahan kesehatan wanita dalam dimensi sosial.
Agar para
remaja mengetahui seabagaimana sebaiknya melakukan perkawinan dan
agar tidak adanya perkawinan di bawah umur karena mempunyai dampak yang bisa
merugikan mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
Romauli,
Suryati dan Anna Vida Vindari, S.ST. 2009. Kesehatan Reproduksi buat
Mahasiswi Kebidanan. Bantul: Nuha Medika.
Kumalasari,
Intan dan Iwan Andhyantoro. 2012. Kesehatan Reproduksi untuk
Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan.. Jakarta: Salemba Medika.
Widyastuti, Yani dkk.
2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Penerbit Fitramaya.
Manuaba,
dr. Ida Ayu Chandranita, Sp. OG dkk. 2009. Memeahami kesehatan
Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.